Berbicara
tentang merokok tidak akan pernah ada habisnya. Rokok merupakan komoditas yang sangat
tinggi peminatnya, baik dari remaja dewasa tua sampai anak-anak. Fenomena
saat ini benar-benar mengkhawatirkan, banyak kita lihat anak-anak usia belasan
yang masih duduk di bangku SMP sudah merokok, mereka dengan asiknya menghisap
sepuntung rokok dengan memakai seragam sekolah di warung pinggir jalan dekat
sekolah. Saat ini begitu sangat dini pengaruh rokok ini terhadap generasi
penerus bangsa, hal ini tidak lepas dari regulasi pemerintah
berkaitan dengan rokok itu sendiri yang begitu longgar pada masyarakat, dimana
rokok merupakan salah satu produk penyumbang cukai paling tinggi di negara
kita.
Berhenti merokok merupakan
aktivitas yang sangat sulit, apalagi semakin banyak kuantitas rokok
yang di konsumsi atau di hisap setiap harinya maka akan semakin tinggi tingkat
kecanduan terhadap rokok itu sendiri. Nikotin yang sudah menjadi candu dalam
tubuh akan selalu meminta untuk di penuhi dan di penuhi lagi, sehingga muncul
gejala-gejala “sakau” apabila tidak merokok. Oleh karena itu merupakan prestasi
luar biasa ketika seorang perokok berat akhirnya bisa berhenti dan terbebas
dari candu rokok.
Pada kesempatan
ini, kami dari Rumah Sunat Al Ikhwah Sesetan Denpasar Bali ingin mengulas
tentang pengaruh merokok terhadap penyembuhan luka pada umumnya dan pada luka
sunat atau khitan pada khususnya. Kami tidak membahas kontroversi bagi yang pro
terhadap merokok dan yang kontra terhadap merokok, semua memiliki pilihan
masing-masing dan segala resiko yang akan di hadapi juga akan di rasakan oleh
masing-masing juga.
Pertama-tama
mari kita ulas apa yang terjadi pada pernafasan kita sampai oksigen yang kita
hirup dapat di manfaatkan oleh tubuh. Udara yang kita hirup masuk
melalui saluran pernafasan menuju ke paru-paru, dimana udara ini mengandung
oksigen. Di paru-paru oksigen masuk ke dalam kapiler darah dan berikatan dengan
hemoglobin yang ada di dalam sel darah merah untuk di bawa ke seluruh tubuh. Di
level jaringan tubuh, oksigen ini akan berproses secara kimiawi menghasilkan
energi yang di butuhkan oleh jaringan. Energi ini di pakai untuk segala
aktifitas jaringan tubuh, baik regenerasi sel, pemeliharaan sel, perbaikan sel
yang rusak, dan masih banyak proses di dalam jaringan. Saat terjadi proses
penyembuhan luka, maka daerah jaringan yang mengalami luka akan membutuhkan energi
ekstra untuk itu, akan membutuhkan oksigen yang lebih, oleh karena itu dalam
kondisi normal , seseorang yang luka, akan membutuhkan tingkat oksigen yang
lebih tinggi di banding dengan orang normal tanpa luka.
Sekarang
mari kita lihat pada perokok. Saat merokok, udara yang di hirup
tidak hanya mengandung oksigen, akan tetapi terdapat karbon monoksida yang
masuk ke dalam saluran napas dan sampai ke paru-paru. Seharusnya , hemoglobin
akan berikatan dengan oksigen dan di bawa ke seluruh jaringan tubuh, akan
tetapi, karena ada karbon monoksida , maka sebagian dari hemoglobin akan berikatan
dengan karbon monoksida dan ikut di bawa ke seluruh tubuh. Ikatan karbon monoksida dengan
hemoglobin jauh lebih kuat daripada ikatan oksigen dengan hemoglobin,
sehingga ketika ada zat co dan oksigen, maka hemoglobin lebih memilih berikatan
dengan co. Tentunya dengan banyak hemoglobin yang berikatan dengan co, maka
akan memberikan kompensasi tubuh agar kebutuhan oksigen tetep terpenuhi, salah
satunya dengan kita bernafas lebih dalam dan lebih tinggi frekuensinya. Poinnya
di sini adalah, pemenuhan tubuh terhadap kebutuhan peningkatan oksigen pada proses penyembuhan
luka tidak akan bisa optimal dan terpenuhi, sehingga secara otomatis proses
penyembuhan luka akan berlangsung lebih lama dari semestinya. Kadar
karbon monoksida sendiri secara teoritis akan menghilang sepenuhnya dalam darah
setelah 24 sampai 48 jam setelah paparan merokok terakhir, padahal
kita lihat seorang perokok, kadang belum ada 1 jam sudah merokok lagi, al
hasil, kadar co dalam darahnya akan selalu tinggi, dan penggunaan oksigen oleh
tubuh akan sangat kurang dan tidak efektif.
Dari penjelasan
sederhana di atas, maka jika tetap merokok, maka proses
penyembuhan luka akan menjadi lebih lambat, dan kami menganjurkan
kepada pasien sunat atau khitan dewasa supaya berhenti merokok saat proses
penyembuhan luka, atau kalau memang sangat sulit sekali, minimal bisa berusaha
mengurangi kuantitas merokoknya. Hal ini juga berlaku bagi orang tua perokok
yang anaknya sedang menjalani proses penyembuhan luka pasca sunat, sebaiknya
jauh-jauh ketika merokok, walau sebenarnya etika merokok adalah berusaha sejauh
mungkin dari orang-orang yang tidak merokok, sehingga tidak
merugikan orang yang tidak merokok. Mengingat begitu banyak dampak negatif yang
di rasakan oleh perokok pasif, maka kesadaran akan etika merokok itu sendiri
harus di tanamkan pada para perokok mania.
Semoga ulasan
di atas bisa memberikan informasi dan kita menjadi lebih bijaksana dalam
mensikapi rokok dan belajar lebih banyak lagi tentang baik dan buruknya merokok
, dan bisa memberikan yang terbaik bagi tubuh kita.