Selamat datang di RUMAH SUNAT AL IKHWAH BALI

"Jadikan hidup anda lebih bersih dan sehat"

Rumah Sunat Al Ikhwah Bali (circumcision specialistic in Denpasar Bali dengan hipnoanestesi)

Rumah Sunat Al Ikhwah berdiri pada bulan juli 2006 dan sampai sekarang masih berkhidmad di dalam pelayanan jasa khitan untuk wilayah Bali dan sekitarnya, bahkan pasien yang datang sampai dari makasar, irian jaya, kupang, lombok, jogjakarta, banyuwangi, jember, jakarta, medan dan surabaya. usia pasien yang di layani di RSAI sangat bervariatif, dari umur 0 tahun sampai 90 tahun sering di tangani, tentunya dalam masalah khitan ini tidak ada kata terlambat, umur berapapun bisa dan tidak ada permasalahan. dokter yang bertugas di RSAI adalah dokter yang khusus menangani khitan atau sunat (spesialistik di bidang sunat/khitan), sehingga dari segi pengalaman dan kualitas sudah tidak di ragukan lagi. Yang terbaru adalah kombinasi antara hipnosis sederhana dan anestesi dengan minimal rasa sakit "HIPNOANESTESI", dengan metode bius ini sunat menjadi semakin nyaman dan benar2 bisa tanpa rasa sakit atau minimal sekali rasa sakit (pada anak-anak yang sudah siap sunat secara psikologis). kedepan RSAI akan senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan dan mengembangkan berbagai metode yang lebih canggih, cepat dan tepat untuk khitan atau sunat.

Arsip Blog

Sabtu, 30 Januari 2010

Sunat Kurangi Resiko Penyakit Seks Menular

Sunat Kurangi Resiko Penyakit Seks Menular
Lihat Gambar
BERI KOMENTAR CETAK ARTIKEL INI DAFTAR MAILING LIST KIRIM KE TEMAN KOMENTAR FANS HUGH JACKMAN
Rabu, 08 November 2006 11:11
KapanLagi.com - Pria yang dikhitan terbukti jarang sekali tertular infeksi yang menular melalui hubungan seksual dibanding mereka yang belum disunat.

Dalam jurnal Pediatrics terbitan November 2006, khitan bisa mengurangi resiko tertular dan menyebarkan infeksi sampai sekitar 50 persen, yang menyarankan manfaat besar mengenai sunat bagi bayi yang baru lahir.

Studi saat ini hanya satu dari sekian studi untuk mengupas lebih jauh tentang topik kontroversial ini. Meskipun berbagai studi mendapati bahwa sunat bisa mengurangi tingkat HIV (virus penyebab AIDS), sipilis, dan borok pada alat kelamin, hasil tersebut bercampur dengan penyakit lain yang menular melalui hubungan seks (STD).

Academy of Pediatrics, Amerika menyebut bukti tersebut "rumit dan bertentangan", karena itu mereka menyimpulkan bahwa, untuk saat ini, bukti tersebut tak memadai untuk mendukung khitan rutin pada bayi yang baru lahir.

Seperti dikutip dari Reuters, Selasa (07/11/06), para peneliti menganalisis data yang dikumpulkan Christchurch Health and Development Study, yang mencakup kelompok kelahiran anak dari Selandia Baru.

Dalam studi ini pria dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan status sunat sebelum usia 15 tahun dan kelompok yang mengalami infeksi menular melalui hubungan seks antara usia 18 dan 25 tahun yang ditentukan melalui sebuah kuisioner.

Sebanyak 356 anak laki yang tak dikhitan memiliki resiko 2,66 kali serangan infeksi yang menular melalui hubungan seks dibandingkan dengan 154 anak laki yang disunat, jelas pemimpin peneliti Dr. David M. Fergusson dan rekan dari Christchurch School of Medicine and Health Sciences.

Selain itu, sebagian besar resiko yang berkurang tersebut tak berubah setelah diperhitungkannya faktor pemicu yang potensial, seperti jumlah pasangan seks dan hubungan seks tanpa pelindung.

Para ilmuwan itu memperkirakan bahwa kalau saja khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan telah dilembagakan, angka infeksi yang menular melalui hubungan seks dalam kelompok saat ini tersebut mungkin telah berkurang setidaknya 48 persen.

Analisis tersebut memperlihatkan manfaat sunat dalam mengurangi resiko infeksi yang menyerang melalui hubungan seks mungkin sangat banyak.

"Masalah kesehatan masyarakat yang diangkat dalam temuan ini jelas melibatkan pertimbangan manfaat jangka panjang bagi khitan rutin pada bayi yang baru dilahirkan dalam mengurangi resiko infeksi di dalam masyarakat, berbanding perkiraan biaya prosedur tersebut," tambah mereka. (rtr/ant/rit)

Demi Janda, Muallaf Asal Bali Rela Disunat Umur 47 Tahun

beritajatim.com
Reporter : Harisandi Savari
Pamekasan - Cinta memang butuh pengorbanan. Mungkin itulah kata yang tepat disandangkan pada I Nyoman Buana (47), warga Desa Braban, Kediri, Kabupaten Tabanan, Bali.

Pasalnya, demi cintanya pada Farida (35), janda dua anak di Desa Larangan Badung Kecamatan Palenga'an, I Nyoman Buana pergi dari Bali untuk menemui Faridah di Pamekasan pada, Senin (18/5/2009) lalu sekitar Pukul 20.00 malam.

Untuk apa? Ya, pemilik nama baru Muhammad Burhanuddin ini mengaku tak tahan ditinggalkan Faridah selama 4 bulan.

Burhanuddin alias I Nyoman Buana menceritakan, selama di Bali, dirinya tak bisa melupakan kepribadian Faridah yang luar biasa. Yakni, ketaatannya pada sang Kuasa serta kepribadiannya yang sangat halus.

Selama 4 bulan tak bertemu Faridah, lanjut Burhan, dirinya memutuskan menyusul Faridah ke Madura. "Saya akui, Faridah merupakan sosok wanita yang luar biasa. Dia sempurna menurut saya," katanya.

Namun, tak mudah bagi Burhan. Untuk melamar Faridah, oleh Kiai dan tokoh masyarakat setempat diharuskan masuk islam dan melakukan sunat atau khitan. Alasannya, laki-laki yang belum melakukan khitan maka belum suci secara keseluruhan.

"Ya Mas, jika belum dikhitan atau disunat maka saat kencing, masih ada sisa-sisa yang najis," kata KH. Mawardi.

KH. Mawardi yang merupakan pemilik Ponpes Al Karomah, Palenga'an mengatakan, saat pertama kali menemui I Nyoman Buana, dirinya langsung menanyakan pada I Nyoman apakah ada unsur paksaan dalam masuk Islam.

"Untunglah, dia (I Nyoman) mengatakan tidak sama sekali. Dia hanya mengatakan bahwa dari Faridah lah dirinya mengenal Islam. Agama yang baru diketahuinya mengejarkan kelembutan hati," ungkapnya.

Saat itu, lanjut Mawardi, disaksikan tokoh masyarakat, dirinya menjadikan I Nyoman Buana sebagai muallaf. Dan, berganti nama Mohammad Burhanuddin.

Setelah Burhan masuk Islam. Akhirnya, pada Selasa malam (19/5/2009) Pukul 18.00, Burhan dikhitan. Burhan yang bekerja sebagai sopir itu, akhirnya memutuskan untuk selamanya tinggal di Pamekasan.

"Ada yang belum saya pelajari Mas, yaitu Islam. Saya harus bisa mendalami Islam pada Kiai Mawardi. Semoga saja, saya bisa mengaplikasikannya," pungkasnya. [san/kun]

WHO dan UNAIDS merekomendasikan : Sunat Laki-laki untuk Pencegahan HIV

15 May 2007
WHO dan UNAIDS merekomendasikan : Sunat Laki-laki untuk Pencegahan HIV.

Dari hasil pertemuan di Paris, Geneva , yang diadakan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO) dan Sekretariat UNAIDS mempertemukan para ahli internasional dalam sebuah konsultasi untuk menentukan apakah sunat laki-laki sebaiknya dianjurkan bagi upaya pencegahan infeksi HIV dalam rangka mengurangi penyakit HIV secara global.
Para ahli yang menghadiri konsultasi tersebut menganjurkan agar sunat laki-laki kini diakui sebagai suatu intervensi penting tambahan yang dapat mengurangi risiko penularan HIV lewat hubungan heteroseksual bagi laki-laki. Konsultasi internasional tersebut diselenggarakan dari 6-8 Maret 2007 di Montreux, Switzerland, dan dihadiri oleh para pemangku kepentingan dari berbagai sektor, termasuk pemerintahan, masyarakat sipil, peneliti, aktivis hak asasi manusia dan kesehatan perempuan, orang muda, lembaga donor dan para mitra pelaksana.
Bukti kuat dari tiga ujicoba terkendali secara acak yang dilakukan di Kisumu, Kenya; Distrik Rakai, Uganda (dibiayai oleh US National Institutes of Health) dan Orange Farm, Afrika Selatan (dibiayai oleh French National Agency for Research on AIDS) bahwa sunat laki-laki mampu mengurangi risiko infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual pada laki-laki sebesar 60%. Hal ini mendukung berbagai temuan dari penelitian-penelitian observasi yang juga menyiratkan bahwa hubungan geografis yang telah lama digambarkan antara prevalensi HIV yang lebih rendah dan tingkat sunat laki-laki yang lebih tinggi dalam beberapa negara di Afrika.
Sunat laki-laki sebaiknya menjadi bagian dari paket komprehensif pencegahan HIV
Sunat laki-laki harus selalu dipertimbangkan sebagai bagian dari paket komprehensif pencegahan HIV, yang termasuk penyediaan pelayanan testing dan konseling HIV (untuk mencegah timbulnya perasaan aman yang keliru dan melakukan perilaku berisiko tinggi sehingga menghambat perlindungan parsial yang didapat dari sunat laki-laki).;pengobatan untuk infeksi menular seksual; promosi praktik-praktik seks aman; serta penyediaan kondom laki-laki dan perempuan dan promosi terhadap cara penggunaan kondom yang tepat dan konsisten.
�Dapat merekomendasikan metode pencegahan HIV tambahan merupakan langkah yang signifikan menuju pengendalian epidemi ini,� kata Catherine Hankins, Associate Director, Bagian Kebijakan, Bukti dan Kemitraan di UNAIDS. �Namun kita harus jelas: sunat laki-laki tidak memberikan perlindungan menyeluruh terhadap HIV. Laki-laki dan perempuan yang menganggap sunat laki-laki sebagai alat pencegahan HIV harus terus menggunakan berbagai bentuk perlindungan lain seperti kondom laki-laki dan perempuan, menunda debut seksual dan mengurangi jumlah pasangan seksual.�
Pelayanan kesehatan harus diperkuat untuk menyediakan pelayanan berkualitas yang aman
Banyak pelayanan kesehatan di negara-negara berkembang yang lemah dan kekurangan jumlah profesional kesehatan. Sehingga ada kebutuhan untuk memastikan bahwa pelayanan sunat laki-laki untuk pencegahan HIV tidak mengganggu program-program perawatan kesehatan lainnya, termasuk intervensi HIV/AIDS lainnya. Untuk mengoptimalkan kesempatan yang diberikan dari sunat laki-laki dan memastikan keberlangsungan jangka panjang bagi pelayanan tersebut, sunat laki-laki, sebagaimana mungkin, perlu diintegrasikan dengan pelayanan lain.
Risiko yang dihadapi dari sunat laki-laki secara umum rendah, namun dapat berakibat serius bila sunat dilakukan di tempat yang tidak higienis dan dilakukan oleh penyedia layanan yang tidak ahli, atau dengan peralatan yang tidak memadai. Maka, pelatihan dan sertifikasi bagi penyedia layanan, selain juga program-program monitoring dan evaluasi yang cermat, dibutuhkan bagi tempat-tempat yang menyediakan layanan sunat laki-laki, untuk memastikan bahwa tujuan dari sunat terpenuhi dan pelayanan berkualitas diberikan dengan aman dalam kondisi tersanitasi, dengan peralatan yang memadai dan dengan pelayanan konseling yang tepat.
Sunat laki-laki memiliki konotasi budaya yang kuat sehingga membutuhkan penyediaan layanan dengan cara yang sensitif secara budaya dan yang dapat meminimalisir stigma yang mungkin diasosiasikan dengan status sunat. Negara-negara sebaiknya memastikan bahwa sunat laki-laki disediakan dengan kepatuhan penuh terhadap etika medis dan prinsip-prinsip hak asasi manusia, termasuk persetujuan dengan informasi, kerahasiaan, dan tidak adanya paksaan.
Memaksimalkan manfaat kesehatan masyarakat
Dampak kesehatan masyarakat yang signifikan mungkin akan terjadi begitu pelayanan sunat laki-laki pertama kali diberikan di tempat dimana penularan HIV melalui hubungan hetereseksual tingkatnya tinggi. Sehingga direkomendasikan bagi negara-negara dengan prevalensi tinggi dan epidemi umum HIV heteroseksual yang sekarang memiliki tingkat sunat laki-laki yang rendah untuk dengan segera memutuskan adanya peningkatan terhadap akses pelayanan sunat laki-laki. Manfaat lebih cepat bagi masyarakat akan tercapai bila kelompok usia yang paling tinggi berisiko terkena HIV dapat diprioritaskan, walaupun menyediakan pelayanan sunat laki-laki kepada kelompok usia yang lebih muda akan lebih memberi dampak jangka panjang bagi kesehatan masyarakat. Contoh-contoh yang ada menunjukkan bahwa sunat laki-laki di Afrika sub-Sahara dapat mencegah 5.7 juta kasus infeksi HIV baru dan 3 juta kematian dalam waktu 20 tahun.
Para ahli yang hadir dalam pertemuan menyetujui bahwa sunat laki-laki yang hemat biaya ini dapat diterima sebagai alat pencegahan HIV dan, bila dilihat dari kemungkinan manfaat kesehatan bagi masyarakat untuk memperluas pelayanan sunat laki-laki, negara-negara harus juga mempertimbangkan menyediakan pelayanan tersebut secara gratis, atau dengan harga termurah untuk pasien, seperti juga untuk pelayanan penting lainnya.
Di negara-negara dimana epidemi HIV terkonsentrasi pada kelompok-kelompok populasi tertentu seperti pekerja seks, pengguna napza suntik atau laki-laki yang berhubungan seks dengan laki-laki, dampak kesehatan masyarakat dari promosi sunat kepada masyarakat umum akan terbatas. Namun mungkin tetap ada manfaat individu bagi laki-laki berisiko tinggi dari infeksi HIV melalui hubungan heteroseksual.
Penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menyediakan informasi pengembangan program
Para ahli pada pertemuan tersebut mengidentifikasi beberapa area dimana penelitian lebih lanjut dibutuhkan untuk menyediakan informasi untuk pengembangan program-program sunat laki-laki. Hal ini termasuk dampak sunat laki-laki terhadap penularan seksual dari laki-laki HIV positif kepada perempuan, dampak sunat laki-laki terhadap kesehatan perempuan untuk alasan-alasan selain penularan HIV (misalnya tingkat kanker cervix yang lebih rendah), risiko dan manfaat sunat laki-laki bagi laki-laki HIV positif, manfaat perlindungan dari sunat laki-laki dalam homoseksual atau heteroseksual anal intercourse, serta penelitian mengenai sumberdaya yang dibutuhkan, dan yang paling efektif, untuk memperluas kualitas pelayanan sunat laki-laki. Penelitian untuk menentukan apakah ada modifikasi persepsi dan perilaku berisiko jangka panjang untuk laki-laki yang telah sunat untuk pencegahan HIV, dan dalam masyarakat mereka, juga dibutuhkan.

sumber : un.or.id