Selamat datang di RUMAH SUNAT AL IKHWAH BALI

"Jadikan hidup anda lebih bersih dan sehat"

Rumah Sunat Al Ikhwah Bali (circumcision specialistic in Denpasar Bali dengan hipnoanestesi)

Rumah Sunat Al Ikhwah berdiri pada bulan juli 2006 dan sampai sekarang masih berkhidmad di dalam pelayanan jasa khitan untuk wilayah Bali dan sekitarnya, bahkan pasien yang datang sampai dari makasar, irian jaya, kupang, lombok, jogjakarta, banyuwangi, jember, jakarta, medan dan surabaya. usia pasien yang di layani di RSAI sangat bervariatif, dari umur 0 tahun sampai 90 tahun sering di tangani, tentunya dalam masalah khitan ini tidak ada kata terlambat, umur berapapun bisa dan tidak ada permasalahan. dokter yang bertugas di RSAI adalah dokter yang khusus menangani khitan atau sunat (spesialistik di bidang sunat/khitan), sehingga dari segi pengalaman dan kualitas sudah tidak di ragukan lagi. Yang terbaru adalah kombinasi antara hipnosis sederhana dan anestesi dengan minimal rasa sakit "HIPNOANESTESI", dengan metode bius ini sunat menjadi semakin nyaman dan benar2 bisa tanpa rasa sakit atau minimal sekali rasa sakit (pada anak-anak yang sudah siap sunat secara psikologis). kedepan RSAI akan senantiasa meningkatkan kualitas pelayanan dan mengembangkan berbagai metode yang lebih canggih, cepat dan tepat untuk khitan atau sunat.

Arsip Blog

Senin, 02 Maret 2015

Merkel: Larangan Sunat Membuat Jerman Jadi Bahan Tertawaan

Keputusan pengadilan Jerman yang melarang sunat pada anak laki-laki membawa perdebatan di kalangan umat Yahudi, Muslim dan masyarakat medis. Kanselir Jerman Angela Merkel memperingatkan bahwa Jerman dapat menjadi bahan tertawaan jika tidak berhasil menggagalkan larangan pengadilan distrik terhadap sunat, sesuatu yang telah menimbulkan kemarahan di kalangan umat Yahudi dan Muslim. Kantor berita Reuters melaporkan bahwa pemerintahan Merkel sudah mengkritik putusan pengadilan Cologne dan berjanji akan mengeluarkan peraturan baru untuk melindungi hak untuk menyunat anak laki-laki. Namun komentar-komentar tajam dari pemimpin konservatif tersebut menunjukkan betapa sensitifnya Jerman akan tuduhan intoleransi karena masa lalunya terkait Nazi. “Saya tidak ingin Jerman menjadi satu-satunya negara di dunia di mana masyarakat Yahudi tidak bisa mempraktikkan ritual mereka. Kita akan menjadi bahan tertawaan,” ujar Merkel dalam pertemuan tertutup dengan kelompok Kristen Demokrat (CDU), seperti dikutip oleh harian Bild. Joerg van Essen, pemimpin koalisi junior Merkel, Free Democrats, di parlemen, mengatakan pada Koran Financial Times Deutschland bahwa peraturan baru tersebut akan diperkenalkan pada musim gugur. Pengadilan di Cologne memutuskan dalam kasus anak lelaki Muslim yang menderita pendarahan karena sunat, bahwa praktik tersebut dapat melukai tubuh dan tidak bisa dilakukan pada anak-anak, namun bisa dilakukan pada pria lebih dewasa dengan persetujuan. Hal ini tidak dapat diterima dalam ajaran agama Yahudi, di mana anak-anak lelaki harus disunat sebelum berumur delapan hari, maupun bagi banyak Muslim, di mana umur yang disunat beragam tergantung pada ajaran keluarga, agama dan kelompoknya. Kelompok-kelompok Yahudi dan Muslim menyebut keputusan pengadilan tersebut sebagai serangan terhadap kebebasan beragama mereka. Para pemimpin umat Yahudi mengatakan bahwa hal tersebut dapat mengancam keberlangsungan keberadaan komunitas mereka di Jerman. Klaim ini mengganggu negara yang masih dihantui pembunuhan enam juga Yahudi Eropa oleh Nazi di masa lalu. Namun keputusan tersebut mendapat dukungan dari beberapa pihak, terutama Forum Medis Sekuler di Inggris yang menulis surat pada Merkel untuk mendorongnya menghapus tekanan untuk membuat sunat tanpa konsensual menjadi sesuatu yang legal. Pemerasan Emosional “Kami terkejut karena kelompok-kelompok agama mengabaikan bahaya [yang disebabkan oleh sunat] dan adanya klaim-klaim yang menyimpang dan tidak jujur yang dibuat oleh mereka yang tidak setuju dengan keputusan pengadilan. Klaim-klaim ini secara tidak benar membuat seolah-olah peristiwa ini adalah indikasi anti-Semitisme,” ujar ketua Forum Medis Sekuler, Dr. Antony Lempert, dalam suratnya. “Kami mendesak Anda untuk tidak terpengaruh oleh pemerasan emosional untuk mengubah hukum atau mengkritik keputusan pengadilan. Keputusan tersebut adalah untuk menjamin anak-anak akan tumbuh bebas membuat keputusan mereka sendiri,” ujarnya. Menyuarakan hal yang sama, Ronald Goldman, ketua Pusat Sumber Daya Sunat Yahudi di Amerika Serikat, yang tidak setuju dengan praktik tersebut, mengutip berbagai penelitian yang menurutnya menunjukkan bahwa sunat dapat menyebabkan sakit dan trauma. “Mayoritas penduduk dunia tidak disunat karena kesadaran akan bahaya yang ditimbulkannya, yang sama saja dengan memotong bagian tubuh sehat yang lain,” ujarnya dalam pernyataan berjudul “Keputusan Sunat di Jerman: Bagaimana Dengan Bahayanya Untuk Anak-anak?”. Keputusan pengadilan tersebut hanya berlaku untuk kota Cologne dan sekitarnya, tempat tinggal banyak umat Muslim yang merupakan minoritas di negara tersebut. Namun kelompok-kelompok Yahudi dan Muslim takut peraturan tersebut akan menjadi preseden dan larangan tersebut akan menyebar ke seluruh negeri. Dokter-dokter di Jerman telah mendesak para politisi untuk bertindak dan mengklarifikasi situasi hukum tersebut, khawatir keputusan pengadilan itu akan mendorong dilakukannya sunat secara gelap dan meningkatkan risiko kesehatan anak laki-laki. Jerman merupakan tempat tinggal sekitar 120.000 orang Yahudi dan empat juta Muslim, kebanyakan dari Turki yang telah mengkritik keputusan pengadilan tersebut. (Reuters/Gareth Jones)